DUNIA BERPIHAK PADA GUDLUKING
Sebagai salah seorang pemuda di era modern, saya terbilang sering bermain gadget. Tidak begitu sering, tapi bisa dikatakan tidak jarang. Kalau dipresentasekan, 36% waktu saya dalam sehari melulu soal membuka sosial media; instagram, whatsApp, facebook, canva, dan tiktok (iya, saya punya tiktok).
Ditengah padatnya informasi yang saya serap dari sosial media, saya perlu menyadari satu hal, yaitu tetap menyaring segala sesuatu yang saya baca, dengar, dan lihat. Kesadaran akan menjadi kendali ditengah derasnya sosial media yang isinya tidak hanya hal baik.
Beragam berita, wacana, isu, curhatan, kegajean dan hal random lainnya hampir setiap hari bertengger menghiasi sosial media. Arusnya cepat, kontennya beda-beda. Tapi, baru-baru ini sosial media masih dihebohkan dengan kasus penembakan Brigadir J. Wajar kasus ini naik daun, pasalnya kejanggalan-kejanggalan kasusnya menciderai keadilan di negeri ini. Padahal, keadilannya memang sudah sejak lama tidak ada. Sudah tidak ada, terciderai pula. Konon kata sih begitu.
Ngomong-ngomong soal keadilan, selain kasus penembakan antar polisi yang kabarnya pelaku polisi, dunia pergalauan rupanya juga dihantam isu tidak mengenakkan. Pasalnya, di media juga banyak muncul beberapa kasus perselingkuhan atau keterpihakan beberapa hal pada orang-orang yang gudluking. "Untung cantik, untung ganteng." Kalimat yang sering muncul ketika si ganteng atau si cantik melakukan kesalahan, seolah mereka yang jelek (saya juga tidak tau, definisi objektif jelek itu seperti apa) tidak mendapatkan ruang untuk dilindungi. Seolah yang jelek tidak punya kesempatan untuk salah, karena kalau mereka salah, siap sedialah untuk dihujat.
Lantas, apakah benar, dunia memang milik mereka yang berparas cantik dan bertampang ganteng? Secara kesepakatan umum, nyaris begitu. Tidak menutup kemungkinan bahwa, gudluking adalah 50% modal menjalani hidup yang baik. Tapi, teori ini tidak sepenuhnya benar. Bahwa, masih ada banyak kasus mereka yang gudluking, ya hidupnya biasa-biasa saja, bahkan di dunia percintaan tidak jarang banyak perempuan cantik yang diselingkuhi, -dan banyak juga laki-laki ganteng yang banyak ditinggalkan oleh kekasihnya.
Jadi, apakah paras menjamin ketenangan? Tidak. Karena hanya dengan mengingat Allah dirimu akan tenang. (Sisipan rohani)
Beberapa hari lalu, saya melihat reels di instagram. Ada satu kejadian yang beberapa kali muncul di reels dengan akun yang beda, kasusnya adalah seorang perempuan yang cantik, diselingkuhi oleh kekasihnya. Netizen menyoroti selingkuhannya yang dianggap tidak begitu cantik jika dibandingkan dengan pacar aslinya. Munculah kalimat dari kebanyakan netizen, "Si **** yang cantik aja diselingkuhin, gimana denganku yang bentukannya begini."
Spontan aku mengeluarkan uneg-uneg, emang mereka yang cantik tidak bisa diselingkuhi? Dalam sebuah hubungan, menurutku selingkuh tidak mesti diakibatkan karena paras. Tapi ada latar belakang lain, bisa jadi karena lelakinya yang emang punya sifat gak cukup satu cewek, atau memang tidak ada kenyamanan dalam hubungan, atau kemungkinan-kemungkinan lainnya. Bagiku, kesetiaan adalah modal penting dan hal dasar dalam hubungan, tidak peduli cantik atau ganteng, kesetiaan adalah keharusan. Kesetiaan adalah barang mahal, yang ia menunjukkan value seseorang. Sebesar apapun kebaikan yang pasangan kita lakukan; sering antar jemput, suka ngasih hadiah, tiap hari bilang iloveyou imissyou, suka tiba-tiba post kemesraan, kalau dia gak setia, semua nilai yang dia kasih jadi hangus.
Jadi, dunia ini sebenarnya tidak memihak kepada yang gudluking aja, kok. Kesetiaan tidak terjamin untuk mereka yang cantik atau ganteng. Keberhasilan tidak hanya untuk mereka yang parasnya menawan.
Perjalanan hidup kita adalah akumulasi dari beberapa aspek dalam hidup kita. Jadi, hal yang perlu kita sadari adalah: dunia tidak hanya berputar untuk mereka yang gudluking, walaupun di lowongan pekerjaan masih sering terpampang syarat berpenampilan menarik.