Fenomenologi Catcalling di Kalangan Perempuan
Sebagai perempuan yang masih ke mana-mana sendiri, aku pernah beberapa kali mengalami catcalling ketika di perjalanan. Paling sering ketika sedang mengendarai motor dan terjebak dibelakang mobil pick up yang isinya mohon maaf penuh dengan para laki-laki. Kalau sudah dalam kondisi seperti itu, presentase mendapat catcalling besar.
Paling parah, kemarin. Kebetulan kemarin sengaja pelan-pelan di jalan, karena emang suasananya enak buat berkendara dengan menikmati jalanan yang berlubang. Tiba-tiba ada 2 motor, yang ditumpangi oleh 3 laki-laki dan satu motor lainnya 2 laki-laki. Motor yang ditumpangi 2 laki-laki memepet di depanku dan yang ditumpangi 3 laki-laki dibelakangku sembari teriak-teriak. Jujur, aku kaget. Karena teriaknya benar-benar kenceng. Tapi, aku masih bisa mengendalikan diri dan akhirnya selamat dari kepungan 5 laki-laki itu.
Lantas, apa yang jadi permasalahan? Iyap, catcalling yang kerap dilakukan oleh beberapa oknum laki-laki dan mirisnya hal itu menjadi sesuatu hal yang menurut masyarakat adalah tindak yang biasa aja. Padahal, catcalling itu masuk ke dalam tindak pelecehan seksual secara verbal, loh.
Mengenal Catcalling
Saya kira catcalling merupakan kata yang sudah tidak asing ditelinga. Iya, catcalling itu sejenis fenomena ujaran verbal kepada seseorang. Biasanya siulan dengan nada menggoda atau bisa pujian yang berbau seksual. Pelaku catcalling sendiri kemungkinan juga bisa dilakukan oleh perempuan, tetapi kebanyakan catcalling justru dilakukan laki-laki.
Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa terlalu berlebihan jika menjadikan catcalling sebagai suatu tindakan pelecehan seksual. Tapi, ada beberapa kalangan yang menganggap catcalling merupakan tindakan yang berbahaya karena memandang prilaku catcalling adalah ekspresi ketertarikan.
Dorongan melakukan catcalling di jalanan atau diberbagai tempat lainnya tentu memiliki alasan masing-masing, tapi dalam sebuah jurnal yang pernah saya baca, ketika laki-laki melakukan catcalling atau pelecehan seksual dijalanan itu orientasinya adalah untuk memperlihatkan dominasi laki-laki terhadap tubuh perempuan, dalam hal ini laki-laki akan merasa percaya diri.
Mirisnya, ada beberapa perempuan yang justru merasa senang ketika digoda dijalanan. Beberapa perempuan menganggap ketika mereka menjadi objek catcalling, artinya mereka menarik dan diperhatikan oleh sekitar. Tapi tidak sedikit perempuan yang justru merasa risih dengan kejadian-kejadian seperti itu.
Lantas, Apa Penyebab Catcalling Terjadi?
Sebagaimana yang disampaikan di atas, bahwa alasan terjadinya catcalling tentu beragam. Menurut teman saya, kak Fikri (pinjem ya kak namanya), setidaknya ada dua alasan kenapa catcalling masih marak terjadi dan justru dinormalisasi dalam masyarakat.
Pertama, anggapan tubuh perempuan sebagi orientasi seksual, sehingga laki-laki yang merasa dirinya superior seolah melecehkan perempuan itu bagian menggoda.
Tubuh perempuan memang didesign berbeda dengan laki-laki, sebagaimana dituangkan dalam muqodimmah buku berjudul Adabbul Mar’ah bahwa susunan tubuh wanita berbeda dengan laki-laki, perempuan lebih halus kulitnya, lebih halus pula perasaannya dan lebih lunak tulang sendinya. Kemenarikan itu yang kemudian mendorong lelaki menjadikan tubuh perempuan sebagai orientasi seksual.
Kedua, seringnya terjadi catcalling menandakan bahwa minimnya ruang aman untuk perempuan bebas berekspresi, berati ini adalah bentuk mundurnya kesetaraan gender laki-laki dan perempuan. Padahal yang membuat ruang tidak aman itu manusia itu sendiri.
Selain kedua hal tersebut, catcalling masih masif terjadi dikarenakan normalisasi dari masyarakat yang menganggap hal seperti itu bukan masuk ke dalam pelecehan seksual.
Bagaimana Terhindar dari Catcalling?
Untuk meminimalisir kejahatan seperti catcalling itu perlu kesadaran, baik dari laki-laki dan perempuan. Karena ketika hanya perempuan yang menjaga dirinya, tetapi laki-laki tidak menundukkan pandangannya, maka keberhasilan untuk meminimalisir tindak catcalling juga tidak akan tercapai.
Sebagai seorang perempuan yang masih sering beraktivitas sendiri, bisa mencoba menatap pelaku dengan muka sinis, hal ini sebagai bentuk validasi bahwa kita tidak nyaman diperlakukan seperti itu. Atau, jika berani bisa langsung menegur memberi peringatan. Jika catcalling yang dilakukan sudah sangat parah, beranikan diri kita untuk melawan, melapor atau meminta tolong.