Kebahagiaan Perempuan
Dalam buku Negeri Statistik, Ahmad Akbar menyampaikan bahwa kebahagiaan selalu menjadi tujuan dari kehidupan orang-orang. Sehingga peran pemerintah dalam membangun rasa bahagia masyarakat harus diwujudkan. Sebagaimana salah satu peran pemerintah ialah mengelola public mood. Memastikan bahwa apapun yang terjadi, seburuk apapun kondisinya, pemerintah akan selalu berada pada garda terdepan menunjukkan peran dan bertanggung jawab. Bukan sebaliknya, lempar handuk dan sembunyi tangan.
Berbicara tentang kebahagiaan secara umum persoalan masyarakat, aku ingin mengerucutkan kebahagiaan seorang perempuan yang dalam sudut pandangku sebenarnya cukup sederhana. Bagiku, kebahagiaan itu adalah ketika hati kita luas untuk menerima semuanya. Bahagia itu ketika tenang dan tidak ada yang mengganjal.
Nah, kalau dalam kutipan di atas tadi disebutkan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengelola public mood. Aku juga sepakat kalau kita, terkhusus perempuan juga perlu punya skill untuk mengelola mood. Aku jadi teringat, di semester kemarin, aku dapat materi presentasi tentang kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional seorang manusia. Bahwa dari situ aku memahami, hal yang perlu kita tingkatkan bukan hanya soal kecerdasan intelektual, melainkan juga melatih kecerdasan emosional. Dan ini juga diterangkan dalam Alqur’an, yaitu dalam Alquran surah Al-Hadiid ayat 23, agar tidak bersedih terhadap apa yang luput dari kita dan agar tidak terlalu gembira dengan apa yang kita dapatkan.
Dari ayat ini kita bisa belajar tentang mengelola perasaan, bahwa sebenarnya tidak ada yang abadi, termasuk kesedihan dan kebahagiaan. Nah, kadang ini yang sulit dikendalikan oleh perempuan. Ah, maksudku olehku. Kadang masih sukar untuk mengelola perasaan. Sulit sekali mengendalikan mood, tetapi ditahun ini salah satu resolusiku adalah mencoba tenang dan mengelola emosional dengan baik. Hasilnya, serius rasanya plong dan bahagia. Walaupun masih dalam tahap trial dan error, tapi ketika hati dibiasakan untuk luas menerima, maka mengelola mood itu yang mudah aja sebenarnya.
Emang bener sih, bahwa bahagia itu kita yang menciptakan sendiri. Dan bahagia emang letaknya ada di kedamaian jiwa kita. Aku pernah membaca diblog mbak Nadia tentang teknik jurnaling, katanya kalau beberapa orang pergi ke psikolog biasanya untuk memvalidasi perasaan kita bisa menggunakan teknik jurnaling. Sebenarnya aku termasuk orang yang apa-apa ditulis, hanya saja memang soal perasaan tidak sedetail itu teknik penulisannya. Dan sekarang sedang membiasakan untuk memvalidasi perasaan sendiri dengan teknik bicara juga teknik jurnaling itu.
Apalagi dengan teknik bicara. Karena emang sering perjalanan jauh, jadi aku ketika di jalan selalu ngobrol, meskipun sendirian. Tapi itu bukan gila, melainkan itu salah satu sikap kita dalam mengimani bahwa Allah itu memiliki salah satu nama yaitu yang Maha Mendengar. Kalau dijalan dan berasa ngobrol sama Allah tu ya kaya tenang aja gitu, walaupun kadang tiba-tiba nangis, tapi selalu percaya aja bahwa Allah pasti mendengar semua yang kita sampaikan.
Bahagia itu sederhana banget, sebenarnya. Cuma emang kitanya aja yang belum siap menghadapi segala sesuatu yang mungkin kurang nyaman untuk kita, tapi kalau kita mampu mengelola diri kita dan mengendalikan diri kita, ya ternyata biasa aja.
Ada salah satu buku yang dalam babnya membicarakan perihal Melepaskan Kesedihan, ada kutipan yang menurutku itu bagus banget sih, “Setiap kali ada kekuatan kegelapan muncul, akan selalu ada kekuatan lain yang melawannya. Mengembalikan keseimbangan. Tapi bukan berarti kita ambil diam, dan larut dalam kegelapan, dalam kesedihan. Kita mengalami kesedihan, setiap orang mengalami kesedihan. Tapi, bukan berarti kita harus terkunci di titik itu. Dan kita selalu bisa melihatnya dari sisi lain.
Kalimat itu mengarahkan kepada kita untuk menyadari bahwa sebenarnya kita bisa mengendalikan untuk tidak terus-menerus berada di titik kesedihan dan terkunci didalamnya. Kita bisa kok tetap menciptakan kebahagiaan meski kita sendiri sedang dihantam kesakitan, dan itu memerlukan pengendalian hati yang bisa luas menerima. Lanjut lagi, ada satu kutipan lanjutan dalam buku itu, “Kita kehilangan banyak, tetapi kita juga menemukan jawaban; kedamaian.”