Kepedulian seorang Perempuan
Beberapa hari terakhir, saya kerap berkomunikasi dan berdiskusi dengan rekan saya nun jauh di kota seberang. Di beberapa part terakhir obrolan kami, dia menimpaliku dengan sebuah kalimat, “Hati perempuan itu sangat berempati, mau bagaimanapun di masa lalunya pasti dia menyampingkan dulu urusan itu.”
Kalimat itu muncul karena kami sedang membicarakan perasaan perempuan yang mudah terluka dan terombang-ambing karena cinta, tetapi tetap memilih peduli meski disakiti berkali-kali. Tapi, dari kalimat itu aku lantas berpikir, memang ya perempuan itu diberikan sebuah keistimewaan yang mana hatinya sebenarnya bisa melebihi luasnya samudera dalam menghadapi sesuatu. Empati dan peduli memang suatu hal yang lekat dengan perempuan.
Dari obrolan itu, kami menyepakati bahwa kita tetap bisa menyampingkan mana urusan kemanusiaan untuk menolong orang dengan urusan perasaan pribadi. Meskipun orang itu pernah melukai, tapi tidak banyak loh orang yang tersakiti itu bersedia untuk peduli. Lantas, apa alasan seseorang itu masih peduli dengan orang yang menyakiti? Mungkin, seseorang itu pernah membaca buku Negeri Para Bedebah, di dalam kalimatnya, Tere Liye menuliskan, “Kehidupan semakin rusak, bukan karena orang jahat semakin banyak, tapi semakin banyak orang yang memilih tidak peduli lagi.”
Atau, mungkin seseorang itu pernah melihat film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, Awan memberikan sebuah kalimat yang menyadarkan kita pentingnya kepedulian, “Sekeras-kerasnya hidup, mereka yang melunakkan hati untuk peduli, selalu menarik perhatian.”
Dari kutipan buku dan film itu, kita bisa jadi menyadari bahwa kepedulian kita mungkin bisa jadi sangat dibutuhkan oleh orang lain, atau bahkan memberikan kehidupan bagi orang lain. Jadi, meski seseorang pernah dengan sengaja dan terus menerus memperlakukan kita tidak baik dan kita tetap berprinsip untuk bersedia membantunya, itu bukan suatu kebodohan, melainkan itu adalah sikap kedewasaan. Bahwa kita peduli dan menolong itu bukan karena dia spesial di hidup kita, tapi kita berhak memberi bantuan karena atas nama kemanusiaan.
Dulu dosenku pernah menasehati mahasiswanya tentang akhlak, “Akhlak itu sesuatu yang melekat, kita melakukan bukan karena apa-apa, tapi ya karena sudah biasa.” Seperti contohnya akhlak untuk saling peduli, misal gini, ada yang pernah punya mantan? Ceilah ciee, punya mantan loh. Oke kembali ke topik, misal kamu dulu peduli dengan dia sewaktu dia menjadi pacarmu, lantas ketika dia menjadi mantanmu dan dia membutuhkan pertolongan, kamu mengabaikan. Lantas, akhlak pedulimu memang hanya berlaku ketika dia jadi pacar saja ya? Walaupun beberapa orang akan berkomentar, “Lah udah jadi mantan mah gausah minta tolongnya ke kita.”
Jadi agak lebar gini yaa contohnya, tapi pada intinya aku belajar dari beberapa kasus yang olehku dan temanku sedang bicarakan, bahwa perempuan memang punya sisi tetap peduli meskipun sakit hati. Sungguh, bisa ya ada makhluk yang mengesampingkan kepedihan hatinya untuk menolong orang yang bahkan telah membuat hidupnya porak-poranda.
Pantas saja, Efek Rumah Kaca dalam lagunya yang berjudul Seperti Rahim Ibu menuliskan bait romantis, “Seandainya negeriku serupa rahim ibu, merawat kehidupan, menguatkan yang rapuh.” Karena, dari perempuanlah kita belajar tentang kepedulian yang amat sangat nyata. Bahkan, seorang perempuan rela sakit bertambah-tambah, demi sebuah cinta yang bahkan ia belum melihatnya. Sungguh, ibu dan seluruh perempuan telah mengajarkan kita cinta kasih, mereka mencintai bahkan jauh sebelum mereka bertemu dengan kita anak-anaknya.
Jadi, apa yang mau diragukan dari cinta tulusnya seorang perempuan. Makanya saya heran sama orang-orang yang masih seenaknya sama perempuan, mereka tidak tahu apa ya, bahwa perempuan meski belum menikah atau hamil, ujian setiap bulannya juga melatih kesabaran yang tidak jarang amat menyakitkan. Oleh karena itu, tadi tanpa sengaja aku menasehati adik-adikku yang laki-laki, “Besok, kalau kamu sudah punya istri dan kebetulan istrimu sedang menerima tanggal bulanan, selelah apapun kamu pulang kerja, sediakanlah waktu untuk peduli dengannya, apalagi kalau dia mengeluh kesakitan.” Pada intinya, hidup ini akan damai kalau sebenarnya kita saling peduli.
Ma syaa Allah keren mbak renci