Pakaian Perempuan
Menjadi seorang perempuan memang terkadang terkesan ribet, kenapa begitu? Karena kita terkesan dibatasi. Mulai dari pakaian, prilaku, etika berelasi, bahkan sampai pada bertransaksi juga kalau tidak penting katanya tidak perlu. Hal-hal itu yang kemudian melatih kesabaran perempuan, sabar menggunakan pakaian tertutup ditengah panasnya matahari. Sabar meskipun di beberapa tempat dijadikan pihak kedua dalam kehidupan, dan sabar dari kesepakatan sosial yang tidak jarang membatasi peran perempuan.
Dan mulai dari sini saya memberi sebuah tanggapan bahwa salah satu pakaian perempuan adalah kesabaran. Ahaha, selain kita memang harus mengenakan pakaian yang sesuai syariat, kita juga harus menghiasi diri kita dengan kesabaran. Tapi pakaian ini tidak hanya dibebankan kepada perempuan, melainkan laki-laki juga memiliki hak untuk berprilaku sabar.
Untuk perempuan sendiri, kita dimiliki keistimewaan berupa menerima tamu setiap bulan. Kalau menerima kamu mah sekali seumur hidup wkwk, canda. Setiap bulan, perempuan memang diuji dengan sakit haid. Selain diuji secara fisik, ternyata haid yang hadir setiap bulan itu juga bisa mempengaruhi emosional perempuan. Karena memang benar sih, ketika perempuan sedang datang bulan, memang mood itu bisa naik turun sulit untuk dikendalikan. Hanya saja, tentu Allah memberikan sesuatu ketetapan itu memiliki makna dan tujuan. Dan menurutku, salah satu tujuannya adalah perempuan sejak dari gadis memang dilatih untuk mengendalikan sabar. Hal ini agar ketika kita sudah berkeluarga dan mengurus anak juga pekerjaan domestik, kita tetap bisa waras karena selama ini terbiasa membangun habits sabar.
Beberapa hari yang lalu, aku menulis tentang kebahagiaanku mengenal kakak dan cici. Karena ketika bertemu dengan keduanya, ditambah Arumi juga, aku merasa amat sangat bahagia. Tapi kemarin, tiba-tiba badmood menyerangku. Padahal, kemarin aku bahagia disebabkan tampilan blogku baru, tapi menjelang sore perasaannya kalut dan badannya rasanya capek serta tidak mood untuk melakukan kegiatan, iya aku mendeteksinya bahwa salah satu faktornya adalah karena tamuku. Dan ternyata, ketidakmoodanku itu berpengaruh pada lancar atau tidaknya Cici belajar. Karena aku tidak mood, Cici juga merasa capek untuk hafalan, gak tau kenapa kemarin itu Cici lebih sulit untuk menghafal.
Dari situ aku menarik suatu benang analisa, bahwa nanti ketika kita menjadi orang tua, kita harus mendidik anak kita dengan bahagia. Dan sebagai seorang manusia yang memang tidak hanya dibekali perasaan bahagia, tentu itu akan sulit kita lakukan. Tapi, Maha Kuasa Allah yang memang melatih perempuan untuk sabar dan mengendalikan dirinya dengan memberikan tamu setiap harinya.
Sampai perenunganku sore kemarin, aku hanya berhenti pada analisa itu. Hingga pagi ini, ketika aku mendampingi salah satu murid hafalan, aku tidak sengaja membaca arti dari surah yang ia hafal. Kebetulan dia menghafal surah Al-Insan ayat 11-12. “Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka keceriaan dan kegembiraan. Dan dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya berupa syurga dan (pakaian) dari sutera.”
Membaca arti itu, aku memang tidak menyengajakan untuk mencari asbabunnuzul atau tafsirnya. Pikiran liarku seketika reaktif mengkontekstualisasikan dengan perenunganku kemarin, bahwa perempuan yang mengalami haid itu memang kadang berada pada situasi yang susah. Kita tidak bisa bebas bergerak, bahkan tidak jarang kita merasa kesakitan sampai benar-benar kepayahan, sudah secara fisik mengalami hal yang sukar, secara emosional juga kita diuji habis-habisan. Kalau istilahnya, senggol bacok wkwk.
Tapi dari ayat itu Allah mengabarkan bahwa, setelah kesusahan akan ada kabar gembira. Iya, sabar itu seperti kita akan memetik mangga disebuah pohon yang mana banyak semutnya dan tinggi menjulang, sampai kita berhasil meraihnya dengan gigitan semut dan rintangan lain yang dihadapi, tapi kalau udah dapat mangganya ya kita senang.
Berbicara perihal sabar, aku sabar juga nunggu kamu, canda lagi maaf. Tapi memang kesabaran itu tidak hanya terbatas pada kesediaan dan kerelaan seseorang untuk menunggu dalam waktu lama, akan tetapi lebih dari itu adalah kemampuan batin untuk mengendalikan diri dari amarah sehingga tidak melakukan perbuatan yang menyakitkan.
Intinya, salah satu pakaian yang harus kita kenakan adalah sabar. Karena sungguh, aku pernah kehilangan sesuatu yang berharga karena ketidaksabaranku. Dan aku tidak ingin mengulangnya untuk kedua kalinya.