Perempuan dan Pusaran Media Sosial
Kemarin, salah seorang temanku bertanya, kenapa perempuan lebih sering membuat konten dibandingkan dengan laki-laki? Tapi, tulisan ini tidak akan membahas alasan perempuan yang dinilai lebih reaktif bermedia sosial atau lebih suka menampilkan diri. Berangkat dari pertanyaan itu, justru pemikiran yang kemudian muncul dibenakku adalah bahwa kita itu perlu merebut media sosial, terlepas dari kamu laki-laki atau perempuan.
Kita seringkali menyalahkan kemajuan zaman sebagai penyebab terjadinya degradasi moral generasi, tapi sampai kapan kita akan berdiri dititik itu? Maksudku, sampai kapan kita terus-terusan menyalahkan zaman. Karena disalahkan atau tidak, zaman tetap akan terus bergeser, bergerak dan tidak stagnan di tempat yang itu-itu aja. Yang tetap itu aku, tetap mencintaimu misalnya.
Alih-alih menyalahkan, mungkin sekarang tugas kita adalah berupaya merebut, menguasai atau minimal mengisi ruang media sosial dengan hal-hal yang bisa diambil sisi positifnya. Karena wajar saja anak-anak banyak terpengaruh budaya yang tidak baik, karena bisa jadi seseorang yang berpotensi untuk mengisi ruang kebaikan di media sosial nggak berupaya untuk memasifkannya.
Bukan sebuah realitas baru bagi kita bahwa media sosial sudah menjadi media dakwah, atau paling minimal membagikan konten-konten yang bermanfaat. Hal ini tentu perlu disadari oleh perempuan, bahwa kita juga perlu mengambil alih media sosial menjadi sebuah peluang untuk menyebarkan kebaikan. Kenapa demikian? Ya agar media sosial tidak hanya dikuasai oleh mereka-mereka yang orientasinya menjerumuskan atau konten keburukan.
Pada intinya, tulisan ini hanya sekedar mengajak pembaca untuk memaksimalkan aplikasi yang dimiliki di gadgetnya agar membagikan hal-hal yang baik. Karena kita tidak pernah tau, pesan mana yang mampu menggerakkan hati teman-teman kita.