Perempuan; Kekalahan dan Kesendirian

Perempuan; Kekalahan dan Kesendirian

Aku pernah membaca sebaris kalimat dalam buku Perempuan yang Merayakan Kesendirian, ada satu kalimat yang begitu melekat dan layak untuk dibaca oleh seluruh perempuan, “Aku hanya tidak ingin menurunkan prinsip dan standar hidup karena laki-laki yang bahkan tidak bertanggung jawab atas dirinya sendiri.”

Deg, kalimat itu benar-benar menjadi kalimat yang seharusnya menjadi pegangan perempuan, bahwa kita tidak seharusnya mengalahkan diri kita; prinsip dan value, hanya karena tidak mampu bertahan sedikit lebih sabar menghadapi kesendirian.

Menyambung tulisanku beberapa hari lalu tentang bagaimana kita seharusnya memutuskan untuk jatuh cinta, aku menyadari bahwa diluar sana mungkin banyak perempuan yang sudah terlanjur menjatuhkan dirinya ke dalam cinta pada orang yang tidak tepat untuk dirinya. Tapi, aku jadi teringat dengan kalimat dalam buku Filosofi Teras yang mengungkap bahwa kita memang tidak bisa memilih situasi kita, tetapi kita selalu bisa menentukan sikap kita atas situasi yang sedang dialami.

Kita memang tidak pernah bisa mengendalikan dengan siapa kita jatuh cinta. Dalam satu keadaan, aku termasuk yang sepakat bahwa cinta itu bisa hadir tanpa alasan. Kalau bahasa Sujiwo Tejo, jika kamu jatuh cinta karena alasan, itu bukan cinta tapi kalkulasi. Maka, kadang kita gak pernah tau kapan dan kenapa kita bisa condong hati ke seseorang, yang kita tahu kita nyaman.

Walau pada satu kesempatan, sekarang aku tim yang memerlukan alasan untuk memutuskan akan memilih hidup dengan siapa. Benar bahwa kadang cinta bisa datang tiba-tiba, tapi kita yang bisa mengendalikan situasi ataukah seseorang yang kita cintai adalah benar bisa dijadikan pendamping hidup.

Sebenarnya bukan kapasitasku terlalu membahas tentang cinta, karena cinta memang sesuatu hal yang dimensinya itu tidak paripurna aku pelajari. Pintu cinta juga banyak, kan? Hanya saja, kembali pada kalimat awal yang saya kutip tadi, bahwa jangan hanya sudah terlanjur cinta kita lantas menggadaikan prinsip dan value yang kita punya. Apalagi demi laki-laki yang bahkan dengan kewajiban pribadinya belum selesai.

Aku menyadari bahwa sebagai seorang perempuan, aku tetap membutuhkan sosok panutan. Meski terbiasa menyelesaikan apapun sendirian, tapi namanya manusia tetap ada part membutuhkan sandaran. Jika panutan dan sandaran kita adalah yang akarnya tidak kuat, maka akan berharap pada keselamatan yang seperti apa kita?

Aku yakin, dalam realitasnya tetap akan mengalami kesulitan dalam penerapannya. Dalam hidup kita memang sering mengalami trial dan eror. Semacam perempuan yang menjatuhkan pilihan make up atau scincarenya pada produk tertentu, biasanya untuk mendapatkan kecocokan, kita telah mencoba banyak produk sebelumnya. Ya begitu hidup, kenyataan mengajarkan kita hahwa ada fase gagal, berhasil. Sedih dan senang. Kita udah kekeh sama prinsip untuk memiliki kriteria laki-laki yang a-b-c-d-e dan seterusnya, tapi ketika terlanjur nyaman, semua kriteria bisa saja luntur seketika. Emang ya, gap dalam hidup ada aja.

Tapi wahai perempuan, sungguh, untuk hal yang sifatnya lama seperti menikah, ya harus pelan-pelan memilihnya. Pokoknya ingat aja kalimat dalam buku Perempuan yang Merayakan Kesendirian. Sebagai penutup, “Lalu, apakah aku harus mengganti diriku yang lama dengan diriku yang baru, hanya demi laki-laki.” Manusia memang akan mengalami perubahan, tapi hal-hal yang prinsipil yang sifatnya tidak bisa diganggu gugat jangan sampai kita ubah hanya demi laki-laki.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url