Perempuan Menikah, Tidak Bebaskah?
Sebagai seorang perempuan yang terhitung masih muda, kadang saat aku memutuskan untuk membeli sesuatu atau melakukan sesuatu, beberapa orang kerap berkomentar, “Mumpung belum menikah, dipuas-puasin dulu.”
Beberapa ibu yang kutemui memang sering berbicara seperti itu, pasalnya kalau sudah jadi ibu orientasinya sudah berbeda. Gitu katanya. Menurut beberapa pendapat orang berpengalaman dibidang keistrian dan keibuan, kabarnya perempuan akan cenderung lebih memprioritaskan kepentingan anak-anaknya, kebutuhan rumah tangganya, dibandingkan dirinya sendiri.
Perubahan status seorang perempuan, yang tadinya sendiri dan bergeser peran menjadi istri mungkin menjadi faktor dan alasan kenapa mereka dinilai kurang bebas. Dalam artian, tidak sebebas ketika masih remaja, beli apa saja tanpa pertimbangan apapun, pergi kemana saja tanpa khawatir apapun. Berbeda ketika sudah menjadi istri, ada beberapa pertimbangan untuk melakukan sesuatu.
Lantas, apakah ketika perempuan sudah menikah tidak bisa bebas? Maksudku, segala kemauan dia harus teralihkan dan terpaksa ditoleransi untuk tidak dibeli karena alasan prioritas kebutuhan rumah tangga. Mungkin beberapa sepakat iya, lainnya berpendapat tidak. Tergantung kacamata masing-masing, sih. Tapi kalau kata temanku, sepertinya seorang istri yang tidak perlu mengalah membeli sesuatu karena anaknya hanya berlaku untuk Nagita Slavina.
Tapi karena aku belum berstatus sebagai seorang istri, jadi aku belum tau bagaimana reaksiku ketika nanti aku dituntun untuk sudah sampai diposisi itu.
Terlepas dari apapun itu, perempuan tetap masih bisa bebas. Dalam hal ini yang aku maksudnya adalah bebas berperan. Hasil diskusiku dengan rekanku memahamkanku bahwa hubungan suami istri adalah relasi yang seharusnya saling menguntungkan. Maksudnya, kedua belah pihak sama-sama saling mendukung dan membantu.
Jadi, meski dalam segi materi, istri kerap mengalah tidak membeli sesuatu yang diinginkannya karena ada prioritas yang dibutuhkan dalam hal rumah tangga, istri masih memiliki hak untuk berperan diluar rumah, yang penting urusan rumahnya tercukupi dan maksimal diperankan.
Karena aku juga belum merasakan dan mengalami diposisi itu, jadi perspektif yang aku sampaikan ya baru sebatas sudut pandangku. Tapi dari tulisan ini aku memiliki sebuah ruang untuk bersyukur karena masih sendiri, karena dengan begitu setidaknya aku masih bisa memaksimalkan hal-hal yang ingin aku capai dan lakukan. Tapi bukan berarti aku harus hidup sendirian, sebagai seorang Muslimah yang berusaha ingin taat, yaa tentu ada rencana menikah. Tapi maksudnya, sekarang agak lega gitu meskipun sendiri terus, karena paling tidak bisa masih agak bebas merealisasikan list.