Perempuan sebagai Ibu Kehidupan
Dalam beberapa kesempatan, menjadi perempuan menurutku adalah sesuatu yang membanggakan. Dari rahim seorang perempuanlah, kehidupan dilahirkan dan kehidupan diperjuangkan. Rahim perempuan adalah tempat paling hangat yang menawarkan harapan tentang masa depan.
Dari sisi biologis, perempuan kerap digambarkan sebagai sosok yang tersusun oleh organisme makhluk hidup yang lemah dan gemulai. Dalam konstruk sosial, perempuan dinilai sebagai sosok yang memiliki sifat menyayangi, mengasihi, perasa, pendamping atau bahkan penggoda. Beragam perspektif memandang perempuan.
Terlepas dari pandangan apapun tentang perempuan, sebagai seorang perempuan aku merasa bersyukur karena diberi banyak kesempatan untuk mengerti tentang kehidupan. Tertatih, berdiri. Terjatuh, bangkit lagi. Tapi aku menyadari bahwa kompleksitas kebutuhan perempuan terhadap ilmu pengetahuan untuk menjadi bekal ibu kehidupan seharusnya sudah cukup dijadikan motivasi agar perempuan terus bergerak, berperan dan yang paling penting adalah memperbaiki kualitas diri.
Dalam suratnya, Kartini sebagai tokoh perempuan yang memperjuangkan emansipasi wanita pernah memaparkan, “Saya tahu, jalan yang hendak saya tempuh itu sukar, penuh duri, onak, lubang: jalan itu berbatu-batu, berjendal-jendal, licin, belum dirintis! Dan walaupun saya tidak beruntung sampai ke ujung jalan itu, walaupun saya sudah akan patah di tengah jalan, saya akan mati bahagia. Sebab jalan itu sudah terbuka dan saya turut membantu meneratas jalan yang menuju ke kebebasan dan kemerdekaan perempuan Bumiputra.”
Surat yang ditulis oleh Kartini tersebut menggambarkan situasi kegelisahan dan penderitaan kaum perempuan ditengah norma kultural masyarakat feodal kala itu. Jika dibanding hari ini, akses publik terhadap perempuan terbuka lebar. Hal ini yang kemudian seharusnya mendorong kaum perempuan untuk menggunakan akses pendidikan dan keterbukaan pemikiran masyarakat hari ini sebagai jalan terus memaksimalkan diri dan membekali diri.
Terakhir, sebagai seorang perempuan, aku juga sangat bangga karena memiliki atmosfir pendidikan yang baik dan hangat. Seperti perjalananku hari ini, tanpa sengaja dipertemukan oleh adik-adik perempuanku yang menyenangkan. Hal seperti itu yang kemudian menyadarkan bahwa kita perempuan itu lahir sebagai ibu kehidupan, sebagai ujung tombak peradaban.
Meski kami tidak sempat mengobrol karena memang pertemuan hari ini terjadi secara tidak sengaja, tapi melihat mereka yang memancarkan aura positif dan semangat yang luar biasa mengajarkanku bahwa gapapa kalau kamu hari ini harus berjuang sendiri, tapi sebagai seorang perempuan, kamu harus memaksimalkan waktumu.