Selain Perempuan, Lelaki juga Rentan Mengalami Kekerasan
Genap sepuluh hari kemarin saya menulis tentang perempuan, mulai dari yang agak serius sampai ke yang tidak jelas. Dari beberapa unggahan saya tersebut, ada salah seorang lelaki yang memberikan komentar, "Laki-laki digoda tante-tante gak papa ya?" Aku lupa kalimat pastinya (maaf ya mas wkwk), tapi kurang lebih intinya seperti itu.
Saya lantas berpikir, stereotip maskulin yang terjadi di lingkungan kita memang masih kental berkembang bahwa korban kekerasan seksual hanya terjadi pada perempuan. Padahal, laki-laki juga rentan mendapatkan pengalaman seksual yang buruk.
Di lingkungan kita, memang kebanyakan kerap menganggap bahwa laki-laki memiliki potensi yang kecil untuk mengalami kekerasan seksual. Perspektif ini juga didukung dengan norma sosial yang ada. Kesepakatan sosial menganggap bahwa secara fisik, lelaki cenderung lebih kuat. Faktor itu yang bisa jadi menjadi salah satu alasan kurang percayanya masyarakat bahwa laki-laki juga bisa terkena kekerasan seksual.
Stigma masyarakat terkait hal ini juga bisa disebabkan karena memang mungkin kampanye terkait kekerasan seksual pada laki-laki kurang masif digalakkan.
Sebenarnya, kekerasan sesksual yang korbannya adalah laki-laki bukanlah suatu fenomena yang baru. Karena beberapa waktu terakhir, ada kasus-kasus yang korbannya adalah laki-laki. Seperti contoh pegawai KPI yang dirundung dan mendapat perilaku kekerasan seksual oleh rekan kerjanya sendiri, remaja laki-laki di Jawa Timur yang diperkosa oleh seorang perempuan, dan kasus lainnya yang sempat kita ketahui.
Walaupun laki-laki memiliki peluang yang lebih kecil untuk mengalami kekerasan seksual, banyak sekali kasus yang tak terungkap ke permukaan. Sebuah studi, satu dari enam orang menyimpulkan bahwa permasalahan terkait kekerasan seksual terhadap laki-laki kurang dilaporkan, kurang diakui, dan kurang ditangani. Data yang menunjukkan terjadinya kekerasan seksual pada laki-laki seringkali diacuhkan karena laki-laki yang memiliki pengalaman menjadi korban cenderung untuk tidak melaporkannya.
Aku beranggapan, mohon maaf mungkin karena selama ini anggapan sosial mengklaim bahwa lelaki cenderung lebih menginginkan adanya hubungan seksual sehingga terkesan tidak masuk akal apabila lelaki menjadi korban pemerkosaan.
Pada intinya, baik perempuan dan laki-laki ternyata memiliki kemungkinan yang sama untuk menjadi korban kekerasan seksual. Nah, agar dunia ini aman dan damai, bukankah lebih baik laki-laki dan perempuan itu saling membantu?
Budaya patriariki memang telah membangun konstruk sosial yang cenderung meletakkan laki-laki pada posisi dominan, serta memiliki posisi kuasa lebih atas perempuan, hal itu yang kemudian juga menjadikan lelaki cenderung merasa kesulitan untuk mencari perlindungan dan rasa aman diruang publik.
Berangkat dari hal ini, seharusnya bisa menjadi kesadaran laki-laki bahwa keberadaannya juga harus ikut terlibat dalam pencegahan dan penghapusan kekerasan seksual. Kita juga perlu edukatif meruntuhkan pandangan bahwa hanya perempuan yang bisa menjadi korban kekerasan seksual, perlu diskusi dan narasi yang orientasinya adalah pembahasan pengalaman korban kekerasan seksual lintas gender.