Lika-liku Healing
Namanya juga orang hidup, butuh hiburan, butuh kenyamanan, yang paling penting butuh istirahat dari rutinitas harian. Dihantam berbagai peliknya kerjaan yang tidak ada habisnya, mendorongku untuk merencanakan liburan. Yap, sebagai anak yang ‘katanya’ kalibrasinya adalah alam, aku selalu suka pantai, gunung, langit, senja, air terjun, dan caffe. Akhirnya, aku memutuskan di Juni ini menghamburkan waktu untuk main.
Pekan pertama liburan, aku sengaja menghabiskan waktu di rumah, karena sadar kalau pekan kedua akan banyak keluar. Meski demikian, di pekan pertama tetap saja ada yang mengajakku sekedar menikmati kopi sembari diskusi. Walaupun Eric Weiner dalam buku The Geography of Genius menyampaikan bahwa kedai kopi bukan ‘tempat yang baik hati.’ Tapi, Eric Weiner mengatakan lagi, tempat kegeniusan memang selalu begitu.
Masih dipekan yang sama, aku juga tengah berkutat dengan penyelesaian tugas yang tak kunjung usai. Udah kaya lagunya idol grup aja, “Usai sudah semua cerita, yang tlah kita ukir berdua, meninggalkan,” udah, malah nyanyi. Ditengah gempuran tugas waktu sudah liburan, aku diajak main oleh Zainal, sipaling ketum dan ada juga rekan yang lain. Ada Kadek sibaik hati, Anin siceria, Adea sipaling sat-set, Ferdinan yang ngambek karena ditinggal saat dia tidur, Noval yang selalu unjuk gigi (selalu senyum terus woy dia), dan udah. Hehehehe. Hari selanjutnya, aku menghabiskan waktu juga untuk makan kentang goreng dengan Noval lagi, pindah tempat karena pengen makan mendoan bareng Noval terus, Satfa sipaling tangguh, dan Anom sipaling suka tidur.
Pekan kedua, adalah pekan yang aku tunggu kedatangannya sejak aku dilahirkan di dunia, ceilah lebay bener. Jadi aku memang mengalokasikan pekan kedua liburku untuk main kepantai jauh. Yap, di Krui. Pantai paling cantik yang aku kunjungi seumur hidup.
Sampai dilokasi menjelang Isya, kami bersih-bersih diposko KKN milik Anam sipaling ganteng dan manis seluruh dunia, selepas isya kami memutuskan untuk mampir ke Krui Fair karena memenuhi keinginan Renci untuk foto di sana, dengan drama parkir yang panjang, akhirnya kami berhasil menyibak milyaran manusia yang ada di sana tepat pukul 21.28 Waktu Indonesia Pesisir Barat.
Dan dilokasi Krui Fair, aku menjumpai momen-momen kepedulian yang mengingatkanku pada kutipan Tere Liye dalam novelnya berjudul Negeri Di Ujung Tanduk, “Kepedulian kita hari ini akan memberikan perbedaan berarti pada masa depan.” Setelah berkutat kisaran 1 jam di sana, kami memutuskan untuk bergeser karena kami akan segera membangun tenda. Dengan perjalanan yang seru, berisikan 10 orang 1 mobil karena kami ditumpangi oleh tuan rumah (Anam), kami akhirnya beristirahat dipinggir jalan. Memasak mi, membuat bubur dan menyeduh kopi. Adea dan Aziz yang sibuk menyiapkan segalanya. Aku? Tidur diteras orang. Edo dan Anam meminjam motor warga dipukul 00.01 untuk mencari lokasi camp, sisanya menyanyi.
Kisaran pukul 2 tenda berhasil berdiri. Aku memutuskan untuk meneduhkan mataku pada kelopak mata lebih dulu, yang lainnya sepertinya sedang menikmati api unggun. Paginya, aku yang paling exited. Pukul 4 bangun, mencicipi nuget goreng buatan Adea. Sholat subuh dan membangunkan masyarakat. Pokoknya, momen hari itu adalah momen yang gak boleh terlewat. Tapi karena manusia-manusia itu lelah sehingga melanjutkan tidur, akhirnya aku sendirian menyusuri pantai dan mengobrol bersama para nelayan.
Saat fajar menyingsing, kembali aku membangunkan semua manusia. Mandi dan siap-siap. Pukul 08.00 WIB, kami sudah beresan dan siap untuk menyebrang pulau. Dengan perdramaan duniawi, kami sampai dipulau cantik. Meski hampir tertelan ombak karena menyelamatkan sandalku yang nyaris hilang, meski harus terpaksa minum air mineral yang bukan a*ua atau Le*mineral, yang membuatku yakin setelah ini pasti aku sakit tenggorokan, meski fafifu was wes wos, ditambah mamas pegawai kaurnya ganteng pake banget, manis, fashionable dan humble, meski drama pulangnya panik dan badmood karena casanku terdeteksi kena cairan, tapi 2 hari bersama mereka adalah hal paling menyenangkan.
Kami tiba di Metro tepat waktu hari raya idul adha. Hal itu mengharuskan kami langsung sholat ied, lepas dari Masjid, aku pulang, dan sakit. Hahaha, meski sampai sekarang suaranya dan pusingnya masih belum membaik, tapi gapapa. “Kalo kamu capek tapi kamu bahagia, berarti kamu sedang dalam lingkungan yang tepat.”
Pekan ketiga, aku menghabiskan waktu di rumah lagi. Selain karena emang sedang sakit, finansial emang juga sedang berada diujung tanduk yang membuat tambah sakit wkwk. Pun, mobilitasku sedang terbatas karena motor nggak di rumah. Meski demikian, aku harus banyak kondangan. Sekali keluar karena kami memang punya rencana untuk bakar-bakar.
Untuk pekan keempat, meski belum terlihat, sepertinya dipekan keempat libur ini, aku akan menghabiskan dengan pergupekan duniawi. IHT sekolah cuyy. Tapi, gak papa. Satu kutipan sebulan dapet waktu libur, “Ibarat main game, kalau rintangannya mudah, level kita gak akan berubah.”